Renungan di Kereta

00.23 0 Comments

Seperti biasanya saat2x deadline kerjaan saya jadi sering bolak-balik Bandung- Jakarta, begitu juga dengan kejadian beberapa waktu lalu saat saya mendapat tugas untuk menghadiri meeting di Jakarta.
Setelah berjam-jam saya terkurung di ruangan dengan mendengarkan berbagai argumentasi dan keluhan akhirnya tiba waktu yang paling saya tunggu2x, Pulang Ke Bandung. Sekalipun saya senang jalan-jalan tapi saya selalu home sick gak betah lama kalau di luar kota, entah kenapa ?

Tempat meetingnya ada di dekat station Gambir sayapun memutuskan untuk pulang naik Kereta, Kareta Argo Gede jurusan Bandung saat itu sepi, tidak banyak penumpang yang naik, maklum hari kerja bukan hari libur, saya mendapat bangku dekat jendela, dan bangku di samping saya masih kosong sambil berharap siapa tau yang duduk di bangku sebelah seorang gadis cantik, biar perjalanan ke bandung ke nggak ngebosenin he.. he.. he..

Sampai kereta berangkat bangku sebelah masih kosong, “tenang masih ada harapan”, biasanya di station jatiwaringin kereta akan menaikan penumpang lagi, dan harapan saya masih sama tentang sosok yang akan duduk di bangku sebelahku.
Dan ternyata benar di jatiwaringin bangku sebelah ada yang nempatin , tapi ternyata tidak sesuai dengan harapan, di sebelahku duduk seorang kekek yg sudah tua (emang kalau kekek sih pasti udah tua ). Akhhh… lebih baik tidur saja !!!
Namun sepanjang perjalanan mataku tak bisa ditutup juga, akhirnya si kakek di sampingku membuka obrolan, Tanya tujuanku, tanya rumah dsb. Sampai akhirnya dia cerita tentang tujuannya ke Jakarta, katanya dia barusan menghadiri pemakaman pamannya, dan setelah kematian pamanya sekarang dia menjadi sosok paling tua di keluarganya, sosok yang akan diminta untuk memberikan keputusan akhir yang akan ditunggu anggukan atau gelengan kepalanya dalam memutuskan masalah2x keluarganya, tidak selalu masalah besar, tapi juga masalah2x kecil.

Saya pun mulai tertarik dengan obrolan,, “bagus dong pa, artinya keluarga besar bapak sangat menghormati bapak ” saya mencoba menimpali keluhan si kekek.
Ya ! kalau di lihat dari sisi itu, kata kakek, kemudian beliau melanjutkan jawabannya, saya hanya khawatir memberikan keputusan yang salah, terutama kalau keputusan itu salah secara syariat agama padahal pengetahuan saya tentang agama masih sedikit bagaimana saya harus mempertanggung jawabakan keputusan itu di akhiran nanti.
Saya pun hanya diam, dan obrolanpun terhenti sambil saya merenung andai suatu saat saya ada di posisi kekek, apa saya sanggup. Seakan keluhan kakek tadi menegur saya untuk membekali diri dengan ilmu, supaya lebih siap jika suatu saat Allah SWT menempatkan saya berada di posisi yang sama seperti kakek.
Keretapun mulai memasuki Station Bandung, saya berkemas untuk siap2x turun, begitu juga si kakek, kemudian kekek menyalami saya sambil pamitan, saya hanya menimpalinya dengan terseyum.

irfan

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: